Minggu, 30 Oktober 2016

Prof. Rasdiyanah, Rektor Perempuan Pertama di Indonesia Timur

 Ilmuwan dan Sastrawan Perempuan dari Bulukumba

          Saat masih berstatus mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, intelektualitasnya sebagai sosok perempuan tangguh  terasah dengan kian tajam.
Di kota pendidikan tersebut dia memulai debut intelektualnya melalui tradisi tulis menulis. Baik dalam bentuk artikel, esai, maupun puisi-puisi yang dipublikasikan oleh surat kabar dan majalah nasional.
          Puisi-puisi Andi Rasdiyanah kala itu bersaing dengan karya-karya Tuti Alawiyah AS dari Jakarta, Ndang Adi Nusantara dari Bandung, Syu’bah Asa dari Yogyakarta, M. Yahya dan Husain Handicing dari Makassar. Serta sejumlah sastrawan nasional kala itu.
                Panji Masyarakat, salah satu majalah terkemuka tahun 1960-an yang dipimpin oleh Buya Hamka, merupakan media yang paling getol mempublikasikan tulisan-tulisannya. Kultur akademik dan kesenimanan Andi Rasdiyanah, diakuinya terbentuk di Yogyakarta. Di kota itu pula dia menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta. Di samping itu, dia juga pernah menjadi aktivis organisasi perempuan. Seperti Nasyiatul Aisyiyah, Korps Alumni HMI wati (Kohati), MUI, ICMI dan lainnya.
                Sejumlah tulisannya yang telah dibukukan, antara lain: Kumpulan Puisi/Puitisasi alquran (1965), Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi Indonesia (1990), Integrasi Sistem Pangadereng (adat) dengan Sistem Syariat Sebagai Pandangan Hidup Orang Bugis dalam Lontarak LATOA (1999).
                Tak berlebihan jika Andi Rasdiyanah disebut sebagai salah seorang intelektual, akademisi, dan sastrawati perempuan penting yang dimiliki bangsa ini.
                Mantan Rektor IAIN Alauddin (sekarang UIN) Makassar ini lahir di Bulukumba pada 14 Februari 1953. Pada masa kecilnya menempuh pendidikan dasar dan lanjutan pertama pada Muallimat Muhammadiyah di Bulukumba. Sebelum kemudian melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta (1954-1963) pada Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. Meraih kesarjanaan pada Fakultas Syariah Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Buku biografi Prof.Dr.Hj.Andi Rasdiyanah
                Hijrahnya Andi Rasdiyanah ke Yogyakarta melanjutkan studi mematahkan “mitos” saat itu bahwa perempuan, termasuk perempuan Bugis, tak perlu sekolah jauh-jauh dan menempuh pendidikan tinggi. Sebab, akhirnya dia akan kembali mengurus hal-hal yang bersifat rumah tanga.
                Sekembalinya ke Makassar, dia terangkat menjadi dosen dan menduduki sejumlah jabatan penting di IAIN Alauddin. Rasdiyanah juga memenuhi sejumlah undangan menjadi narasumber pada forum-forum diskusi dan seminar, khususnya terkait dengan isu perempuan. Tak salah jika sejak 1980-an, Andi Rasdiyanah menjadi salah satu figur penting intelektual perempuan di kancah nasional.
                Aktivitas dan perhatiannya demikian besar terhadap dunia pendidikan. Tak heran , civitas akademika IAIN Alauddin Makassar mempercayainya memimpin institusi yang dibesarkannya tersebut. Andi Rasdiyanah menjadi rektor dua periode berturut-turut 1985-1989 dan 1989-1993. Andi Rasdiyanah merupakan rektor perempuan pertama di Sulawesi bahkan Indonesia Timur. Pada 1993-1995, dia juga dipercaya menjabat Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.
                Pada saat menduduki dua jabatan penting terakhir, Andi Rasdiyanah tak sedikit melakukan kunjungan akademik ke sejumlah kota dan negara. Di antaranya Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Belgia, Mesir, Saudi Arabia, Maroko, Thailand, Pakistan, India, Malaysia, Singapura, dan Philipina. 
                Andi Rasdiyanah merupakan sosok pendidik yang profesional. Kualifikasi pendidikan S3 yang diraihnya di UIN Sunan Kalijaga dengan predikat Cum laude dibarengi kompetensi pedagogik, kepribadian, dan sosial. Di kalangan peserta didiknya, dia dikenal dan dikagumi lantaran sangat demokratis.
                Andi Rasdiyanah tidak hanya memiliki perhatian besar terhadap pendidikan mahasiswanya, tetapi putra-putrinya juga berhasil dalam pendidikannya. Dia memiliki tiga orang anak yang mewarisinya sebagai dosen. Seorang putrinya juga menjadi dokter spesialis. Demikian pula cucu-cucunya didorong untuk senantiasa meningkatkan pendidikannya.
                Karena perhatiannya terhadap dunia pendidikan pula, Andi Rasdiyanah tetap menyandang gelar Guru Besar Emeritus UIN Alauddin Makassar. Istri dari Drs. HM Amir said ini tetap aktif mengajar di kampus peradaban tersebut. Dia tak mengenal kata pensiun. Meski fisiknya kian lemah termakan usia, perempuan tangguh dari lima anak, 17 cucu dan lima cicit ini masih rutin datang ke kampus yang telah dibesarkannya itu. (*) 



*Disarikan dari berbagai sumber

              

0 komentar:

Posting Komentar