Sabtu, 05 November 2016

Prof. Darmawan Salman: Pakar Sosiologi Pedesaan di antara Revolusi Hijau dan Romantisme dengan Petani



Bulukumba sangat beruntung memilikinya meskipun belum pernah memanfaatkannya sebagai cendekiawan. Prof. DR. Ir. H. Darmawan Salman adalah seorang pakar Sosiologi Pedesaan dan pertanian. Isi kepalanya ‘diburu’ oleh berbagai kalangan terutama oleh banyak pemerintah daerah di Indonesia untuk menjadikan bahan-bahan konseptualnya memajukan masyarakat dan pembangunan daerah. Ia mengalirkan sekumpulan pemikirannya ke dalam puluhan buku dan jurnal.
Cendekiawan ini telah dilahirkan untuk mengabdikan pemikiran-pemikiran brilian untuk masyarakat pedesaan. Konsep-konsep pemikirannya diramu dari kawah ilmiah kemudian diimplementasikan ke ranah realitas.
Proses pendidikan dan kecenderungan individu semestinya paralel untuk berbagai spesifikasi dalam kehidupan. Paradigma itu rupanya melekat kuat dalam diri si anak desa yang kini menjadi seorang pakar Sosiologi Pedesaan. Minatnya terhadap dunia pertanian dan potensi pedesaan sejak lama menuntunnya menjelajahi ilmu pertanian dan sosiologi pedesaan.
Prof. DR.Ir. H. Darmawan Salman, MS. Lahir di Bulukumba pada 6 Juni 1963. Kini telah menjadi Guru Besar di Fakultas Pertanian Unhas Makassar. Spesialisasinya di bidang Sosiologi Pedesaan dan Perencanaan Pembangunan membawanya sebagai pembicara ke berbagai forum dan kajian di berbagai tempat di Indonesia.
Dalam sebuah bincang-bincang dengan penulis, Ia menuturkan bahwa agar sosiologi berkontribusi optimal bagi desa-desa dalam Indonesia yang berubah, maka pendasaran filosofisnya tidak bisa lagi hanya terpaku pada paradigma Positivistik dan Pos-positivistik. Ia harus makin intensif bergerak dalam paradigma Kritis dan Konstruksivistik, dan segera memasuki tradisi Sains Baru. Untuk realitas desa yang masih bisa direduksi sebagai fakta sosial, maka tugas sosiologi adalah menjelaskan hukum kausalitas dan menyerahkan penjelasan itu kepada pengambil kebijakan untuk intervensi rekayasa sosial. Untuk realitas desa yang menuntut interpretasi makna dan deskripsi proses, maka tugas sosiologi adalah menyampaikan hasil tafsiran itu sebagai tes terbuka untuk intervensi pembelajaran sosial.
 Ia juga menjelaskan, untuk realitas desa yang menuntut penyadaran kritis atas penyimpangan kebenaran dari kristalisasi sejarah sosial, politik, ekonomi, budaya, etnis dan gender, maka tugas sosiologi adalah terlibat langsung dalam pembongkaran hegemoni kebenaran atas desa, yang diproduksi oleh penyimpangan sejarah tersebut. Untuk realitas desa yang menuntut pemunculan desa dalam panggung wacana, maka tugas sosiologi adalah memfasilitasi warga desa untuk terlibat dalam kontestasi pengetahuan yang berlangsung, serta merepresentasikan suara warga desa dalam pendefinisian kebenaran atasnya.
Darmawan menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 dengan gelar Insinyur dari Jurusan Sosial-Ekonomi Pertanian (1986) di Universitas Hasanuddin, Makassar.
Meraih gelar Magister Sains (MS.), Sosiologi Pedesaan (1993) di  Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. Meraih gelar Doktor Sosiologi (2002) di Universitas Padjadjaran, Bandung.
Dosen Jurusan Sosial-Ekonomi Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar, 1988 telah mengalirkan sekumpulan pemikirannya ke dalam buku:
1.      Sosiologi Desa: Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas (Ininnawa dan ISPEI, 2013),
2.      Perencanaan Berbasis Komunitas dan Mekanisme Kolaborasi ( JICA CD-Project, 2012),
3.      Jagad Maritim: Dialektika Modernitas dan Artikulasi Kapitalisme pada Komunitas Konjo  Pesisir di     Sulawesi Selatan (Ininnawa, 2006), dan
4.      Pembangunan Pertanian dan Dinamika Pedesaan (Yayasan Pena Indonesia, 1996).
Tulisan Darmawan bersama penulis lainnya dipublikasikan dalam;
1.      “Tarian Paradigma dalam Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian Masa Depan”, dalam T.J.  Sugarda, G. Kurnia, Y. Sukayat, I. Setiawan, dan D. Supyandi (Eds.), Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian yang Adaptif dan Inovatif: Prosiding Pertemuan Nasional Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian Indonesia. Bandung: Laboratorium Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian (Unpad, 2012).
2.      “Pangan untuk Rakyat: Melawan Ketercerabutan dan Irasionalitas”, dalam, A. Fariyanti, A. Rifin, S.  Jahroh, dan B. Khrisnamurthi (Eds.), Pangan Rakyat: Soal Hidup atau Mati 60 tahun Kemudian. (Bogor: Departemen Agribisnis FEM IPB dan PERHEPI, 2012).
3.      “Pertanyaan Kaum Agraris bagi Pembangunan Pertanian: Perlunya Pendasaran Multiparadigmatik”, dalam “Gagasan, Pikiran, dan Harapan Alumni Fakultas Pertanian Unhas terhadap Pembangunan Pertanian Indonesia” (Diterbitkan dalam rangka menyambut 50 tahun Fakultas Pertanian Unhas). (Identitas Unhas: Makassar).
4.      “Jagad Bahari Nusantara: Pendasaran Kearifan Lokal bagi Dinamika Pranata Sosial dalam Meniti                 Semangat Zaman”, dalam S. Yuga (Penyunting), Jagad Bahari Nusantara. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2011.
5.      “Potensi Kearifan Lokal dalam Solusi Konflik”, dalam, S. Yuga (Peny.), Kearifan Lokal dan Pranata  Sosial Nusantara. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2010.
Menulis Kata Pengantar dalam buku:
1. “Dramaturgi Kepatuhan dan Perlawanan di Balik Pengelolaan Hutan: Sebuah Kata Pengantara”, Kata Pengantar dalam, Andi Tenri, Perlawanan Terhadap Negara: Dramaturgi Sehari-hari di Balik  Pengelolaan Hutan, Yogyakarta: Orbit. 2012        
2. “Pangan Indonesia: Dari Kebijakan Swasembada ke Kebijakan Ketahanan”, Kata Pengantar, dalaam Imam Mujahidin Fahmid, Gagalnya Politik Pangan di Bawah Rezim Orde Baru, 2004, Sandi Kota- ISPEI, Jakarta. 2004   
Semasa mahasiswa Darmawan juga menunjukkan bakatnya di dunia jurnalistik. Putra sulung dari Salman Patinrori, BA seorang pensiunan kepala sekolah di Laikang Kajang ini juga pernah menjadi Reporter Harian Pedoman Rakyat, Makassar, 1987.
Pada 1987-1989 ia menjadi Dosen di Yayasan Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. Menjadi Peneliti di Pusat Studi Kebijakan dan Manajemen Pembangunan (PSKMP, Unhas, Makassar, 1994-sekarang.                            
Sepanjang tahun 2001-2005 menjadi Peneliti LP3M, Makassar. Lalu menjadi Ketua Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan Pembangunan Daerah, PPW PPs Unhas, 2003-2011.
Selain buku, Darmawan juga mempublikasikan berbagai buah pemikirannya dalam bentuk puluhan jurnal, di antaranya: “Pergeseran Ketenagakerjaan di Indonesia”, Analisis, CSIS, Jakarta, Tahun   XXI No.2, Maret-April 1992, "Pertukaran Sosial pada Komunitas Petambak: Kasus Desa Manakku di Pangkep, Sulawesi Selatan", Agroekonomi, PSAE-Departemen Pertanian, Bogor, 1993, “Perkembangan Organisasi Kerja dan Mobilitas Okupasi pada Komunitas Pembuat Perahu di Sulawesi Selatan”, Bulletin Penelitian, Lembaga Penelitian Unhas, Makassar, 2004, “Product Development Strategy Preeminent Commodity of Natural Silk Development in Sulawesi Selatan”, Jurnal Riset Manajemen, Vol. 6 No.1 Maret, Program Magister Manajemen Unram, Mataram, 2006, dan “Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat pada Tingkat Provinsi: Kasus Sulawesi Selatan”, Jurnal Hutan dan Masyarakat”, Vol2. No.1, Laboratorium Kebijakan dan Manajemen Kehutanan, Fapertahut Unhas, 2007.                                                         
            Sebagai seorang peneliti, Profesor Darmawan telah merampungkan puluhan penelitian dan kajian, beberapa di antaranya: Studi tentang Peranan Koperasi Nelayan dalam Pembangunan Perikanan di Sulawesi Selatan, Pusat Studi Lingkungan Unhas-Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian, (1988), Penilaian Tingkat Perkembangan Unit Pemukiman Transmigrasi di Mamuju, Sulawesi Selatan, Lembaga Penelitian Unhas-Departemen Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan, 1994, Peranan Kelembagaan Lokal dalam Perkembangan Masyarakat Tani Lahan Kering: Kasus Kombong di Enrekang, Sulawesi-Selatan, Lembaga Penelitian Unhas, (1994) Karakteristik Sosial-Ekisis Pengeluaran Publik Pemerintah Sulawesi Selatan. LP2M Unhas-Bank Dunia ( 2011) dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berbasis Sistem Sosial Lokal, LP2M Unhas (2012).
            Dia seorang pakar yang komplit dengan berbagai kontribusi pemikiran terhadap pengembangan dan pembangunan beberapa daerah di Indonesia Timur. Di antaranya sebagai Tim Ahli Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Pusdiklatpim), Badan Diklat Depdagri, Jakarta, 2001-2002; Tim Teknis Program Pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP), Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sulawesi Selatan, 2003-2004; Konsultan Monitoring dan Evaluasi Multistakeholder Forestry Program (MFP) Region Sulawesi, DFID, Jakarta, 2004; Tim Ahli Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas), Pemerintah Sulawesi Selatan, Makassar, 2004-2006; Tim Bimbingan Teknis Monitoring dan Evaluasi Program Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, 2005; Konsultan Penyusunan Sistem Monitoring dan Evaluasi Driving Change Program, Oxfam GB, Makassar, 2006; Tim Ahli Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Sulawesi Barat, PSKMP Unhas-Bappeda Sulbar, 2006-2007; Tim Ahli Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Sulawesi Barat, PSKMP Unhas-Bappeda Sulbar, 2007; Tim Teknis Program Desa Mandiri Pangan, Badan Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan, 2005 dan 2007; Provincial Implementing Commmite Sulawesi Capacity Development Project, JICA, 2008; Tim Ahli Bidang Sosial-Budaya Penyusunan RPJMD Sulawesi Selatan, Bappeda Sulawesi Selatan, 2008; Tim Ahli Bidang Sosial-budaya Penyusunan RPJPD Sulawesi Selatan, Bappeda Sulawesi Selatan, 2008; Dewan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Bidang Sosial-Budaya dan Kelembagaan Masyarakat, Balitbangda Sulawesi Selatan, 2008-2013; Tim Ahli Penyusunan RPJMD Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 2009; Tim Ahli Penyusunan RPJMD Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, 2009; Tim Ahli Penyusunan RPJMD Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2009; Tim Evaluasi Forest Governance Program (FGP), Kemitraan, Jakarta, 2009.; Anggota Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD), Bappenas-Unhas, 2009-2012; Narasumber Penyusunan RPJMD Kabupaten Wakatobi, 2011; Narasumber Penyusunan RPJMD Provinsi Sulawesi Barat, 2012; dan Narasumber Penyusunan RPJPD Kabupaten Wakatobi, 2012.
            Dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu Sosiologi Pedesaan pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin di depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin pada 21 Agustus 2013, di Makassar, dengan judul SOSIOLOGI PEDESAAN DI INDONESIA: ANTARA KOMPETISI PARADIGMA DAN KONTESTASI PENGETAHUAN ia menegaskan bahwa Sosiologi Pedesaan telah berkembang sebagai bagian dari episode revolusi  bangsa Indonesia.
            “Bila revolusi kemerdekaan mengorbankan darah-merah pejuang untuk sebuah proklamasi, maka revolusi hijau merekayasa fotosintesis tanaman untuk sebuah swasembada,” ungkapnya.
            Ia memaparkan secara ilmiah bahwa dalam revolusi hijau ini, Sosiologi Pedesaan telah bersintesis dengan Ilmu Pemulian Tanaman, Ilmu Tanah, Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman, Ilmu Teknik Pertanian, dan ilmu-ilmu lainnya, guna mengubah rakyat petani dari praktek tradisional ke pertanian modern, melalui penyuluhan pertanian. Tidak ada romantisme lebih indah di Indonesia, setelah romantisme hubungan pejuang kemerdekaan dengan rakyat bangsa, kecuali romantisme hubungan penyuluh pertanian dengan rakyat petani.
            “Tanyakanlah kepada mahasiswa pertanian generasi pertama di IPB atau di Unhas, tanyakanlah kepada penyuluh pertanian generasi pertama di Indonesia, adakah keindahan lebih romantis dalam hubungannya dengan tanah-air,  kecuali ketika mereka ada di desa dan menyuluh tentang aplikasi bibit unggul, teknik cocok tanam, metode pemupukan, dan cara pengendalian hama?” katanya.
            “Saya bisa menerima kritik Paulo Freire kepada  penyuluhan pertanian dan pendidikan pedesaan. Menurut Freire (1972), penyuluhan pertanian adalah praktek yang memaksakan pengalaman orang lain yakni ilmuan dan peneliti untuk diadopsi oleh petani. Pertanyaannya adalah, bukankah setiap orang, termasuk petani dan warga desa, memiliki pengalamannya masing-masing, yang dari situ mereka bisa menghasilkan pengetahuan sendiri? Bagi Freire, yang diperlukan petani dan warga desa bukanlah adopsi pengetahuan dari luar, melainkan penyadaran kritis atas pengalamannya, yang dengan itu terlahirkan kemampuan untuk mendorong perubahan.”
            Dalam pandangan profesor ini, pada pemahaman demikian itulah eksistensi  akademia dapat memenuhi imperatif dari Antonio Gramsci (1987), bahwa puncak pencapaian seorang intelektual organik adalah, ketika ia menjadi bagian dari proyek kritis untuk pembongkaran sejarah sosial, politik, ekonomi, budaya, etnis dan gender yang hegemonik.
            “Dilemanya adalah, Sosiolog Pedesaan dan akademisi secara umum di Indonesia adalah  pegawai negeri, yang penghasilannya  dibayar oleh negara, dan negara inilah yang dituduh oleh paradigma kritis sebagai aktor sejarah yang hegemonik. Maka siapakah yang berani membongkar hegemoni yang dilakukan oleh pembayar gajinya sendiri?” paparnya.
 Ilmuwan ini bersama keluarganya kini bermukim di Jl. Petta Ponggawa No.102, Makassar. Ia masih tetap rendah hati seperti dulu. Senantiasa membuka diri bagi siapa saja. Senang berdiskusi. Senantiasa tetap berupaya memindahkan konsep-konsep pemikiran briliannya ke dalam bentuk-bentuk realitas. (*)            

0 komentar:

Posting Komentar