Bulukumba sangat beruntung memilikinya meskipun belum pernah memanfaatkannya sebagai cendekiawan. Prof. DR. Ir. H. Darmawan Salman
adalah seorang pakar Sosiologi Pedesaan dan pertanian. Isi kepalanya ‘diburu’ oleh berbagai kalangan terutama oleh
banyak pemerintah daerah di Indonesia untuk menjadikan bahan-bahan
konseptualnya memajukan masyarakat dan pembangunan daerah. Ia mengalirkan sekumpulan pemikirannya ke dalam puluhan buku dan jurnal.
Cendekiawan ini telah dilahirkan untuk
mengabdikan pemikiran-pemikiran brilian untuk masyarakat pedesaan.
Konsep-konsep pemikirannya diramu dari kawah ilmiah kemudian diimplementasikan
ke ranah realitas.
Proses pendidikan dan kecenderungan individu semestinya paralel untuk berbagai spesifikasi dalam kehidupan. Paradigma
itu rupanya melekat kuat dalam diri si anak desa yang kini menjadi seorang pakar Sosiologi Pedesaan. Minatnya terhadap dunia pertanian dan
potensi pedesaan sejak lama menuntunnya menjelajahi ilmu pertanian dan
sosiologi pedesaan.
Prof. DR.Ir. H. Darmawan Salman, MS. Lahir di Bulukumba pada 6 Juni 1963. Kini telah menjadi Guru Besar di
Fakultas Pertanian Unhas Makassar. Spesialisasinya di bidang Sosiologi Pedesaan dan
Perencanaan Pembangunan membawanya sebagai pembicara ke berbagai forum dan
kajian di berbagai tempat di Indonesia.
Dalam sebuah
bincang-bincang dengan penulis, Ia
menuturkan bahwa agar sosiologi berkontribusi optimal bagi
desa-desa dalam Indonesia yang berubah, maka pendasaran filosofisnya tidak bisa
lagi hanya terpaku pada paradigma Positivistik dan Pos-positivistik. Ia harus
makin intensif bergerak dalam paradigma Kritis dan Konstruksivistik, dan segera
memasuki tradisi Sains Baru. Untuk realitas desa yang masih bisa direduksi
sebagai fakta sosial, maka
tugas sosiologi adalah menjelaskan hukum kausalitas dan menyerahkan penjelasan
itu kepada pengambil kebijakan untuk intervensi rekayasa sosial. Untuk realitas
desa yang menuntut interpretasi makna dan deskripsi proses, maka tugas sosiologi adalah menyampaikan hasil
tafsiran itu sebagai tes terbuka untuk intervensi pembelajaran sosial.
Ia juga menjelaskan, untuk realitas desa yang menuntut penyadaran
kritis atas penyimpangan kebenaran dari kristalisasi sejarah sosial, politik,
ekonomi, budaya, etnis dan gender, maka
tugas sosiologi adalah terlibat langsung dalam pembongkaran hegemoni kebenaran
atas desa, yang diproduksi oleh penyimpangan sejarah tersebut. Untuk realitas
desa yang menuntut pemunculan desa dalam panggung wacana, maka tugas sosiologi
adalah memfasilitasi warga desa untuk terlibat dalam kontestasi pengetahuan
yang berlangsung, serta merepresentasikan suara warga desa dalam pendefinisian
kebenaran atasnya.
Darmawan
menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 dengan gelar Insinyur dari Jurusan
Sosial-Ekonomi Pertanian (1986) di Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Meraih
gelar Magister Sains (MS.), Sosiologi Pedesaan (1993) di Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. Meraih gelar Doktor Sosiologi
(2002) di Universitas Padjadjaran, Bandung.
Dosen Jurusan Sosial-Ekonomi Pertanian
Universitas Hasanuddin, Makassar, 1988 telah mengalirkan sekumpulan pemikirannya ke dalam buku:
1.
Sosiologi Desa: Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas (Ininnawa dan
ISPEI, 2013),
2.
Perencanaan Berbasis Komunitas dan Mekanisme Kolaborasi ( JICA CD-Project,
2012),
3.
Jagad Maritim: Dialektika Modernitas dan Artikulasi Kapitalisme pada
Komunitas Konjo Pesisir di Sulawesi Selatan (Ininnawa, 2006), dan
4.
Pembangunan Pertanian dan Dinamika Pedesaan (Yayasan Pena Indonesia, 1996).
Tulisan Darmawan bersama penulis lainnya dipublikasikan
dalam;
1.
“Tarian Paradigma dalam Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian Masa
Depan”, dalam T.J. Sugarda, G. Kurnia, Y. Sukayat, I. Setiawan, dan D.
Supyandi (Eds.), Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian yang Adaptif dan
Inovatif: Prosiding Pertemuan Nasional Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan
Pertanian Indonesia. Bandung: Laboratorium Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian (Unpad, 2012).
2.
“Pangan untuk Rakyat: Melawan Ketercerabutan dan Irasionalitas”, dalam, A.
Fariyanti, A. Rifin, S. Jahroh, dan B. Khrisnamurthi (Eds.), Pangan Rakyat: Soal
Hidup atau Mati 60 tahun Kemudian. (Bogor: Departemen Agribisnis FEM IPB dan
PERHEPI, 2012).
3.
“Pertanyaan Kaum Agraris bagi Pembangunan Pertanian: Perlunya Pendasaran Multiparadigmatik”,
dalam “Gagasan, Pikiran, dan Harapan Alumni Fakultas Pertanian Unhas terhadap
Pembangunan Pertanian Indonesia” (Diterbitkan dalam rangka menyambut 50 tahun Fakultas
Pertanian Unhas). (Identitas Unhas: Makassar).
4.
“Jagad Bahari Nusantara: Pendasaran Kearifan Lokal bagi Dinamika Pranata
Sosial dalam Meniti Semangat Zaman”, dalam S. Yuga
(Penyunting), Jagad Bahari Nusantara. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata. 2011.
5.
“Potensi Kearifan Lokal dalam Solusi Konflik”, dalam, S. Yuga (Peny.),
Kearifan Lokal dan Pranata Sosial
Nusantara. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2010.
Menulis Kata Pengantar dalam buku:
1. “Dramaturgi Kepatuhan dan Perlawanan di Balik
Pengelolaan Hutan: Sebuah Kata Pengantara”, Kata Pengantar dalam, Andi Tenri,
Perlawanan Terhadap Negara: Dramaturgi Sehari-hari di Balik Pengelolaan Hutan, Yogyakarta: Orbit. 2012
2. “Pangan Indonesia: Dari Kebijakan Swasembada ke
Kebijakan Ketahanan”, Kata Pengantar, dalaam Imam Mujahidin Fahmid, Gagalnya
Politik Pangan di Bawah Rezim Orde Baru, 2004, Sandi Kota- ISPEI, Jakarta. 2004
Semasa mahasiswa Darmawan juga menunjukkan bakatnya di dunia
jurnalistik. Putra sulung dari Salman Patinrori, BA seorang pensiunan kepala sekolah di
Laikang Kajang ini juga pernah menjadi Reporter Harian Pedoman Rakyat,
Makassar, 1987.
Pada 1987-1989 ia menjadi Dosen di Yayasan Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar.
Menjadi Peneliti di Pusat Studi Kebijakan dan Manajemen Pembangunan (PSKMP,
Unhas, Makassar, 1994-sekarang.
Sepanjang tahun 2001-2005 menjadi Peneliti LP3M, Makassar. Lalu menjadi Ketua Konsentrasi Studi Manajemen
Perencanaan Pembangunan Daerah, PPW PPs Unhas, 2003-2011.
Selain
buku, Darmawan juga mempublikasikan berbagai buah pemikirannya dalam bentuk puluhan jurnal, di antaranya: “Pergeseran Ketenagakerjaan di Indonesia”, Analisis, CSIS,
Jakarta, Tahun XXI No.2, Maret-April
1992, "Pertukaran Sosial pada Komunitas Petambak: Kasus Desa Manakku di
Pangkep, Sulawesi Selatan", Agroekonomi, PSAE-Departemen Pertanian, Bogor,
1993, “Perkembangan Organisasi Kerja dan
Mobilitas Okupasi pada Komunitas Pembuat Perahu di Sulawesi Selatan”, Bulletin
Penelitian, Lembaga Penelitian Unhas, Makassar, 2004, “Product Development Strategy Preeminent Commodity of
Natural Silk Development in Sulawesi Selatan”, Jurnal Riset Manajemen, Vol. 6
No.1 Maret, Program Magister Manajemen Unram, Mataram, 2006,
dan “Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat pada
Tingkat Provinsi: Kasus Sulawesi Selatan”, Jurnal Hutan dan Masyarakat”, Vol2.
No.1, Laboratorium Kebijakan dan Manajemen Kehutanan, Fapertahut Unhas, 2007.
Sebagai
seorang peneliti, Profesor Darmawan telah merampungkan puluhan penelitian dan kajian, beberapa di antaranya: Studi tentang Peranan
Koperasi Nelayan dalam Pembangunan Perikanan di Sulawesi Selatan, Pusat
Studi Lingkungan Unhas-Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian, (1988), Penilaian Tingkat Perkembangan Unit Pemukiman Transmigrasi di Mamuju,
Sulawesi Selatan, Lembaga Penelitian
Unhas-Departemen Transmigrasi Pemukiman Perambah Hutan, 1994, Peranan Kelembagaan Lokal dalam Perkembangan
Masyarakat Tani Lahan Kering: Kasus Kombong di Enrekang, Sulawesi-Selatan,
Lembaga Penelitian Unhas, (1994) Karakteristik
Sosial-Ekisis Pengeluaran
Publik Pemerintah Sulawesi Selatan. LP2M Unhas-Bank Dunia ( 2011) dan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Berbasis Sistem Sosial Lokal, LP2M Unhas (2012).
Dia seorang pakar yang komplit dengan
berbagai kontribusi pemikiran terhadap pengembangan dan pembangunan beberapa
daerah di Indonesia Timur. Di antaranya sebagai Tim Ahli Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Pusdiklatpim),
Badan Diklat Depdagri, Jakarta, 2001-2002; Tim Teknis Program
Pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi
Pedesaan (LUEP), Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sulawesi Selatan,
2003-2004; Konsultan
Monitoring dan Evaluasi Multistakeholder Forestry Program (MFP) Region
Sulawesi, DFID, Jakarta, 2004; Tim Ahli Gerakan Pembangunan Ekonomi
Masyarakat (Gerbang Emas), Pemerintah Sulawesi Selatan, Makassar,
2004-2006; Tim Bimbingan
Teknis Monitoring dan Evaluasi Program
Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, 2005; Konsultan Penyusunan Sistem Monitoring dan Evaluasi Driving
Change Program, Oxfam GB, Makassar, 2006; Tim
Ahli Penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Sulawesi
Barat, PSKMP Unhas-Bappeda Sulbar, 2006-2007; Tim
Ahli Penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Sulawesi Barat, PSKMP Unhas-Bappeda
Sulbar, 2007; Tim Teknis Program Desa Mandiri Pangan, Badan Ketahanan Pangan Sulawesi
Selatan, 2005 dan 2007; Provincial
Implementing Commmite Sulawesi Capacity Development Project, JICA, 2008; Tim Ahli Bidang Sosial-Budaya Penyusunan RPJMD Sulawesi
Selatan, Bappeda Sulawesi Selatan, 2008; Tim
Ahli Bidang Sosial-budaya Penyusunan RPJPD Sulawesi Selatan, Bappeda Sulawesi
Selatan, 2008; Dewan Riset Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan, Bidang Sosial-Budaya dan Kelembagaan Masyarakat, Balitbangda Sulawesi
Selatan, 2008-2013; Tim Ahli Penyusunan
RPJMD Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 2009; Tim
Ahli Penyusunan RPJMD Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, 2009; Tim Ahli Penyusunan RPJMD Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2009; Tim Evaluasi Forest Governance Program
(FGP), Kemitraan, Jakarta, 2009.; Anggota
Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD), Bappenas-Unhas, 2009-2012; Narasumber Penyusunan RPJMD
Kabupaten Wakatobi, 2011; Narasumber Penyusunan RPJMD Provinsi Sulawesi Barat,
2012; dan Narasumber Penyusunan RPJPD Kabupaten Wakatobi, 2012.
Dalam pidato pengukuhan
sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu Sosiologi Pedesaan pada Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin di depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas
Hasanuddin pada 21 Agustus 2013, di Makassar, dengan judul SOSIOLOGI PEDESAAN
DI INDONESIA: ANTARA KOMPETISI PARADIGMA DAN KONTESTASI PENGETAHUAN ia
menegaskan bahwa Sosiologi Pedesaan telah berkembang sebagai bagian dari
episode revolusi bangsa Indonesia.
“Bila revolusi kemerdekaan
mengorbankan darah-merah pejuang untuk sebuah proklamasi, maka revolusi hijau
merekayasa fotosintesis tanaman untuk sebuah swasembada,” ungkapnya.
Ia memaparkan secara
ilmiah bahwa dalam revolusi hijau ini, Sosiologi Pedesaan telah bersintesis
dengan Ilmu Pemulian Tanaman, Ilmu Tanah, Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman, Ilmu
Teknik Pertanian, dan ilmu-ilmu lainnya, guna mengubah rakyat petani dari
praktek tradisional ke pertanian modern, melalui penyuluhan pertanian. Tidak
ada romantisme lebih indah di Indonesia, setelah romantisme hubungan pejuang
kemerdekaan dengan rakyat bangsa, kecuali romantisme hubungan penyuluh
pertanian dengan rakyat petani.
“Tanyakanlah kepada
mahasiswa pertanian generasi pertama di IPB atau di Unhas, tanyakanlah kepada
penyuluh pertanian generasi pertama di Indonesia, adakah keindahan lebih
romantis dalam hubungannya dengan tanah-air,
kecuali ketika mereka ada di desa dan menyuluh tentang aplikasi bibit
unggul, teknik cocok tanam, metode pemupukan, dan cara pengendalian hama?”
katanya.
“Saya bisa menerima kritik
Paulo Freire kepada penyuluhan pertanian
dan pendidikan pedesaan. Menurut Freire (1972), penyuluhan pertanian adalah
praktek yang memaksakan pengalaman orang lain yakni ilmuan dan peneliti untuk
diadopsi oleh petani. Pertanyaannya adalah, bukankah setiap orang, termasuk
petani dan warga desa, memiliki pengalamannya masing-masing, yang dari situ
mereka bisa menghasilkan pengetahuan sendiri? Bagi Freire, yang diperlukan
petani dan warga desa bukanlah adopsi pengetahuan dari luar, melainkan
penyadaran kritis atas pengalamannya, yang dengan itu terlahirkan kemampuan
untuk mendorong perubahan.”
Dalam pandangan profesor
ini, pada pemahaman demikian itulah eksistensi
akademia dapat memenuhi imperatif dari Antonio Gramsci (1987), bahwa
puncak pencapaian seorang intelektual organik adalah, ketika ia menjadi bagian
dari proyek kritis untuk pembongkaran sejarah sosial, politik, ekonomi, budaya,
etnis dan gender yang hegemonik.
“Dilemanya adalah, Sosiolog
Pedesaan dan akademisi secara umum di Indonesia adalah pegawai negeri, yang penghasilannya dibayar oleh negara, dan negara inilah yang
dituduh oleh paradigma kritis sebagai aktor sejarah yang hegemonik. Maka
siapakah yang berani membongkar hegemoni yang dilakukan oleh pembayar gajinya
sendiri?” paparnya.
Ilmuwan ini bersama keluarganya kini bermukim di Jl. Petta Ponggawa
No.102, Makassar. Ia masih tetap
rendah hati seperti dulu. Senantiasa membuka diri bagi siapa saja. Senang berdiskusi. Senantiasa tetap
berupaya memindahkan konsep-konsep pemikiran briliannya ke dalam bentuk-bentuk
realitas. (*)
0 komentar:
Posting Komentar